Sebagai juru kunci, Mbah Maridjan memang tak pernah mau meninggalkan Gunung Merapi. Salah satu anaknya, Bambang W menuturkan, Mbah Marijan memiliki prinsip tidak akan meninggalkan tempat tinggalnya, dan tetap akan bertahan di lokasi itu, sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai abdi dalem.
Menurut Bambang, Mbah Maridjan selalu mengatakan, karena sudah saguh, yo kudu lungguh sing kukuh ora mingkuh (karena sudah menyanggupi untuk memikul tanggung jawab, ya harus tetap duduk di posisinya itu dengan kuat dan tidak boleh melalaikan kewajibannya atau meninggalkan lokasi). Prinsip inilah yang kemudian dipegangnya, dan dipertahankan.
Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai abdi dalem juru kunci, meski dihadapkan dengan berbagai cacian dan meski harus rela melepas hidupnya. Pria berusia 83 tahun berpangkat Panewu ini, ditemukan tewas dalam posisi bersujud di dalam kamar di rumahnya, bersama kerabat dekatnya. Banyak yang menganggap, apa yang dilakukan hingga kematiannya itu sebagai bentuk loyalitas dan pengabdiannya secara total.
Mbah Maridjan yang bernama asli Mas Penewu Suraksohargo, ini lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman pada 1927. Ia mendapat amanah sebagai juru kunci dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Setiap Gunung Merapi akan meletus, warga setempat selalu menunggu komando dari beliau untuk mengungsi.
Ia mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada 1970. Jabatan sebagai juru kunci lalu ia sandang sejak 1982.
Hiruk pikuk warga dan pemerintah terlihat dengan semakin meningkatnya status dan aktivitas gunung berapi paling aktif di dunia ini. Namun Mbah Marijan tetap tenang, seolah Merapi tak tengah mengancamnya.
Dari berbagai sumber.
Menurut Bambang, Mbah Maridjan selalu mengatakan, karena sudah saguh, yo kudu lungguh sing kukuh ora mingkuh (karena sudah menyanggupi untuk memikul tanggung jawab, ya harus tetap duduk di posisinya itu dengan kuat dan tidak boleh melalaikan kewajibannya atau meninggalkan lokasi). Prinsip inilah yang kemudian dipegangnya, dan dipertahankan.
Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai abdi dalem juru kunci, meski dihadapkan dengan berbagai cacian dan meski harus rela melepas hidupnya. Pria berusia 83 tahun berpangkat Panewu ini, ditemukan tewas dalam posisi bersujud di dalam kamar di rumahnya, bersama kerabat dekatnya. Banyak yang menganggap, apa yang dilakukan hingga kematiannya itu sebagai bentuk loyalitas dan pengabdiannya secara total.
Mbah Maridjan yang bernama asli Mas Penewu Suraksohargo, ini lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman pada 1927. Ia mendapat amanah sebagai juru kunci dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Setiap Gunung Merapi akan meletus, warga setempat selalu menunggu komando dari beliau untuk mengungsi.
Ia mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada 1970. Jabatan sebagai juru kunci lalu ia sandang sejak 1982.
Hiruk pikuk warga dan pemerintah terlihat dengan semakin meningkatnya status dan aktivitas gunung berapi paling aktif di dunia ini. Namun Mbah Marijan tetap tenang, seolah Merapi tak tengah mengancamnya.
Dari berbagai sumber.
Kesetiaan Mbah Marijan
Reviewed by Suheri
on
Sunday, November 07, 2010
Rating:
No comments: